Google translate
English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wage Rudolf Supratman


Gambar 2. Wage Rudolf Supratman.

Disebuah rumah sederhana di Gang Tengah Salemba, lahirlah lagu Indonesia Raya dari seorang pemuda bernama Wage Rudolf Supratman. Lagu yang direkam oleh Tio Tek Hong ini diperdengarkan pertama kali pada Kongres Pemuda II di Jakarta tahun 1928. Tetapi lagu patriotik ini kemudian dibredel oleh pemerntah Kolonial Belanda. Lirik merdeka lalu diganti dengan mulia supaya agak lunak. Karya W.R Soepratman yang lain adalah sebuah roman yang berjudul Perawan Desa, disita oleh pemerintah Kolonial Belanda. Roman ini berkisah tentang tuan tanah yang menggunakan kekayaannya untuk bersenang-senang dengan gadis-gadis desa yang lugu. Ceritanya dianggap bisa menimbulkan kebencian antar golongan.

Hidup W.R Soepratman memang relatif singkat, namun rentang waktu 34 tahun yang dilaluinya telah menggoreskan namanya sebagai pahlawan. Ia juga dikenal sebagai wartawan dan guru. Ia pernah mengajar di Makasar setelah lulus dari Klein Amtenaar Examen dan sekolah guru Normaal School. Didalam dunia jurnalistik, ia pernah bekerja di Koran Kaoem Moeda, Bandung, lalu menjadi pemimpin redaksi Kaoem Kita dan mendirikan Kantor Berita Alphena bersama P. Harahap, terakhir ia pindah ke Sin Po sebuah Koran Cina Melayu sebagai pembantu lepas.

Nama Rudolf ditengah namanya merupakan pemberian bapak angkatnya, WM van Eldik, suami kakak perempuannya. Namun jiwa patriotiknya tidak luntur dengan statusnya sebagai anak angkat seorang Belanda. Kesadarannya berbangsa makin kuat dengan interaksinya secara intens dalam berbagai rapat pergerakan nasional. Profesinya sebagai wartawan membuat ia dekat dengan tokoh-tokoh politik yang tinggal di gang Kenari. Ketika Agus Salim dalam Fadjar Asia, menyerukan agar para komponis mencipta lagu kebangsaan, ia menyodorkan karyanya, Indonesia Raya. Selain itu ia juga menciptakan sejumlah lagu patrotik seperti R.A Kartini, Bendera Kita, Di Timur Matahari dan Bangunlah Hai Kawan.

Sayang kondisi fisiknya begitu rapuh. Penyakit paru-paru yang dideritanya, memaksanya meninggalkan Batavia menuju Surabaya, pada April 1937. Ia tinggal bersama dengan kakaknya yang telah pindah dari Makasar. Pada tanggal 17 Agustus 1937, tepat delapan tahun sebelum Indonesia merdeka, komponis kebangsaan ini wafat dan dimakamkan di Pwkuburan Kapas Kampung, Kenjeran, Surabaya.***

Jumat, 29 April 2011 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar

.Pipit Sayang Ayah.Pipit Sayang Ayah.